Anand Krishna Membangikan Tips Gagal Move On Khusus Untuk Orang Modern
Anand Krishna tokoh spiritual humanis Indonesia, kembali di dalam suatu kesempatan berkenan berbagi pengetahuan spiritual. Dimana kali ini Beliau memberikan tips cara mengatasi gagal move on. Dimana gagal move on menjadi fenomena kehidupan manusia modern, bagaimana cara mengatasinya? Mari sama-sama kita simak penjelasan Beliau dalam video yang berjudul “Mengatasi Gagal Move On & Dampak negatif perceraian pada Anak”
Di dalam video “Mengatasi Gagal Move On & Dampak negatif perceraian pada Anak”, Anand krishna menekankan pada praktek meditasi. Dimana sebenarnya meditasi itu mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja disela0sela kesibukan sehari-hari, untuk mempelajari meditasi Anda bisa memulainya dari buku.
Buku “Ananda’s Neo Self Empowerment – Seni Memberdaya Diri bagi Orang Modern” adalah sebuah buku panduan meditasi bagi pemula, dimana buku ini berasal dari pengalaman Anand Krishna sembuh dari penyakit kanker darah.
Berikut ini sedikit cuplikan dari kata penghantar di dalam buku, mari sama-sama kita simak penjelasan Beliau.
Jadilah Penguasa Mind (Gugusan Pikiran dan Perasaan) daripada dikuasai oleh Mind.”
-Petuah Jepang-
“Ia yang berhasil menguasai Mind (Gugusan Pikiran dan Perasaan)-nya , sesungguhnya telah menguasai semesta.”
-Guru Nanak, Mistik-
Setelah perkembangan sains dan teknologi meluncur dengan cepat, tata nilai dan peri kehidupan manusia mengalami perubahan, dan gaya hidup sebagian penduduk Bumi disebut modern. Meditasi mulai banyak dibicarakan justru di kalangan masyarakat modern.
Ribuan Tahun Yang Lalu, meditasi bukan hanya dibicarakan, tetapi dilaksanakan. Meditasi bisa disebut sebagai warisan budaya dan peradaban manusia. Namun sepanjang perjalanan zaman, meditasi memperoleh interpretasi, muatan local, penyimpangan tujuan, adaptasi, dan lain-lain—yang membuatnya seperti karet yang bisa lentur ditarik ke sana sini.
Namun, interpretasi yang paling kerap dikenakan pada meditasi adalah konsentrasi. Di sinilah penjernihan pengertian paling dibutuhkan, untuk mencegah salah kaprah lebih lanjut. Penjernihan pengertian ini sangat penting mengingat nanti akan memengaruhi Teknik latihan berikutnya.
Konsentrasi dan Meditasi adalah dua kata yang berbeda. Sebagai Teknik, keduanya berbeda, sehingga hasil akhir yang akan dicapainya pun berbeda. Mengacaukan pemahaman dan terapan keduanya akan menghambat pertumbuhan hasil pencapaian pelatihan meditasi.
Konsentrasi adalah pemusatan perhatian dan pikiran pada sesuatu obyek, baik abstrak maupun konkret. Meditasi adalah sebaliknya, membebaskan pikiran dan perasaan dari upaya pemusatan.
Dengan Kata Sederhana, membuyarkan pikiran dari tugasnya berpikir. Lazim dikenal dengan istilah rileks, bebas dari ketegangan berpikir. Pikiran pun dikendurkan, bahkan lepas dari aktivitas berpikir.
Dalam keadaan pikiran yang bebas dari kativitas berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga pingsan, dan tetapsadar. Bila selanjutnya kita berjumpa dengan istilah kesadaran, dalam kaitan inilah kesadaran yang dimaksudkan. Tetap sadar, walaupun absen dari kegiatan berpikir, tidak juga pingsan, bahkan juga tidak tertidur.
Manusia Memiliki beberapa lapisan kesadaran yang dibawa sebagai bekal sejak lahir. Akan tetapi semua manusia berhasil mengembangkan semua lapisan kesadaran dalam diri manusia adalah pengalaman yang tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan membutuhkan latihan.
Lapisan-Lapisan Kesadaran manusia terdiri dari atas:
- Lapisan Annmaya Kosha atau Kesadaran Jasmani. Lapisan ini sangat tergantung pada anna atau saja yang kita makan, kita konsumsi—khususnya serealia, yakni beras, gandum, dan sebagainya.
- Lapisan Pranamaya Kosha atau Kesadaran Psikis/Energi yang merupakan Prana, Life Force, atau Aliran Kehidupan dalam diri kita. Ini terkait dengan pernapasan kita, dengan cuaca di luar, dengan musim, dan dengan kadar kelembapan, dan sebagainya.
- Lapisan Manomaya Kosha, Mind, atau Gugusan Pikiran dan Perasaan. Dari sudut pandang Yoga dan Mistisisme atau Psikologi Timur, bukan saja pikiran, tetapi emosi/perasaan, harapan, keinginan, kemauan, mimpi, bahkan imajinasi, halusinasi, dan sebagainya adalah bagian dari lapisan ke tiga ini.
- Lapisan Vijnanamaya Kosha atau Intelegensi. Ini adalah fakultas yang umumnya paling minim perkembangannya. Saat ini, kita hamper sepenuhnya masih terkendali oleh manomaya kosha, mind, atau gugusan pikiran dan perasaan. Adapun Intelegensi bukanlah Intelektualitas atau Kecendikiaan yang dapat diperoleh dari Pendidikan. Intelegensi adalah Kemanusiaan dalam diri Manusia, yang perkembangannya secara utuh sangat tergantung pada terlampauinya gugusan pikiran dan perasaan, mind, atau lapisan ke tiga. Bahkan, suatu ketika, dengan meditasi lapisan ke tiga atau mind bisa bertransformasi total menjadi Intelegensi.
- Lapisan Anandmaya Kosha Kebahagiaan Sejati, Langgeng, dan Abadi. Inilah Lapisan Spiritual. Ketika ke empat lapisan kesadaran sebelumnya sudah berkembang, maka terjadilah pengembangan lapisan kesadaran ke lima secara spontan, secara otomatis. Saat itu, barulah seorang manusia menyadari kesejatian dirinya, maksud serta tujuan hidupnya. Saat itulah meraih kebahagiaan sejati, langgeng, dan abadi.
Pengembangan Kelima Lapisan Kesadaran tersebut secara utuh mengutuhkan hidup manusia. Sebab setiap lapisan kesadaran memiliki ciri dan kualitas yang khas, dan memengaruhi diri manusia secara khas pula.
Misalnya:
Ketika Hanya Lapisan Kesadaran Perta atau Kesadaran Jasmani yang berkembang, mqka manusia menganggap dirinya lain, berbeda dari sesama manusia.
Ia menganggap superior apa saja yang terkait dengan dirinya, sementara segala sesuatu yang tidak terkait dengan dirinya dianggapnya inferior, berkualitas rendah, bermutu rendah
Ketika Lapisan Kesadaran Ke dua yang terkait dengan prana atau aliran kehidupan, energi, psikis mulai berkembang, maka, makai a baru “mulai merasakan” kebersamaan.
Ia menjadi “sedikit kurang” egois. Sesungguhnya, hanya mereka yang telah “sedikit berkembang” lapisan kesadarannya yang ke dua ini yang dapat menjalin hubungan dengan orang lain. Bisa berinteraksi dengan sesame.
Dengan Berkembangnya Lapisan Kesadaran Ke tiga, manusia baru menjadi lebih mindful. Perilakunya tidak sembrono. Ia mulai berpikir, berperasaan.
Namun, ada kalanya seorang yang mindful juga menjadi sangat egois. Dalam arti mengnakan seluruh kemampuannya untuk memperkaya atau menguntungkan diri, keluarga, kelompok, umat, atau apa saja yang dianggapnya sebagai perpanjangan dirinya.
Ketika menghadapi pilihan antara kepentingan umum atau kepentingan kelompoknya, maka ia akan menempatkan kepentingan kelompoknya, keluarganya di atas kepentingan umum.
Dalam Tahap Perkembangan Lapisan Ke empat atau Intelegensi, barulah kemanusiaan dalam diri manusia mulai berkembang
Ia baru bisa memilah antara apa yang sekadar menyenangkan, menyamankan, dan apa yang sungguh membahagiakan.
Ia mulai melihat sesame makhluk hidup sebagai bagian dari kehidupan yang utuh, dari suatu living organism yang sama. Ia tidak bisa lagi menikmati daging “sesama makhluk hidup”.
Ia tidak bisa lagi hanya menyayangi kucing atau anjing yang menjadi binatang peliharaannya, sementara ikan, kambing, sapi, ayam, dan hewan-hewan lain masih menjadi santapannya.
Pun ia tidak akan mencemari lingkungan atau udara dengan segala ulahnya yang tidak bertanggung jawab, termasuk dengan kebiasaannya merokok.
Terakhir, Perkembangan Lapisan Kesadaran Ke Lima menyadarkan manusa akan kesejatian dirinya. Bahwasanya ia bukanlah ciptaan yang tertinggi dan termulia, atau sekadar manusia biasa. Tetapi ia berasal dari suatu Sumber yang sama, yang mana juga menjadi sumber segala bentuk, semua wujud ciptaan lainnya.
Demikia, ia meraih kebahagiaan sejati, hidup menjadi suatu perayaan.
Dalam Hal Ini, Kiranya Perlu Saya Tegaskan bahwa lapisan-lapisan kesadaran ini tidak terpisahkan dalam arti watertight compartements—tidak terpisah sedemkian rupa sehingga yang satu sama sekali tidak terkait dengan yang lain.
Ketika seseorang sudah berhasil mengembangkan potensi dirinya secara utuh, dengan terjadinya pengembangan lapisan kesadaran ke lima, tidak berarti ia tidak mengurusi la[isan kesadaran pertama atau jasmaninya. Ia tetap butuh makan, minum, tidur, dan sebagainya. Hanya saja, ia tidak akan lagi menempatkan urusan perut atau kepentingan diri di atas urusan-urusan lain, di atas kepentingan umum.
Nah, Untuk Mencapai Puncak Pemekaran potensi diri manusia, perlu ditempuh perjalanan ke dalam diri, inner journey. Perjalanan yang hanya bisa ditempuh melalui meditasi.
Meditasi Itu Sendiri, Sesungguhnya Adalah Sebutan Bagi Suatu Keadaan—Keadaan Meditatif. Keadaan penuh Perhatian atau Kesadaran, Attentiveness. Bukan mindfulness, istilah yang saat ini lebih sering digunakan.
Mindfulness adalah keadaan kita saat masih berada pada lapisan ke tiga. Sebab itu, banyak orang yang merasa sudah “bermeditasi” dan sudah menjadi “mindfull” masih saja terjebak dalam permainan mind, permainan gugusan pikiran dan perasaan. Masih egois!
Attentiveness adalah hasil dari perkembangan lapisan kesadaran ke empat atau intelegensi. Saat seseorang sudah tidak lagi menempatkan kepentingan pribadi/diri, keluarga, kelompok, atau umatnya di atas kepentingan orang lain, di atas kepentingan umum.
Bagi yang tertarik silahkan langsung membuka lembaran-lembaran dalam buku, semoga apa yang Beliau sajikan di dalam buku bisa menghantarkan kita ke alam meditasi.